Kesenian Teater Lenong Berasal Dari Daerah

Kesenian Teater Lenong Berasal Dari Daerah – Seni pada dasarnya adalah salah satu cara seseorang bersosialisasi. Seni adalah ekspresi untuk berkomunikasi dengan orang lain. Persoalan ini sangat simtomatis dalam seni pertunjukan, karena kehadiran orang lain dalam tindakan seseorang diperlukan untuk ekspresi seseorang dalam seni pertunjukan. Seni pertunjukan tidak pernah berbeda dengan masyarakat. Seni pertunjukan muncul, eksis dan berkembang di masyarakat. Jadi keadaan sekitar kehidupan masyarakat, apakah sedih atau bahagia, akan tercermin dalam seni. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat lekat dengan kehidupannya dengan seni teater. Salah satu teater rakyat yang masih hidup hingga saat ini adalah Teater Rakyat Betawi, Lenong.

Lenong adalah salah satu teater tradisional di Jakarta yang merupakan lakon rakyat Betawi dengan bahasa Indonesia dialek Betawi. Lenong adalah keturunan dari Abdul Muluk yang vegan, yang ditemukan di Riau dan Sumatera Utara pada tahun 1886. Pertunjukan tersebut lahir dari rangsangan komedi Parsi yang kini populer di Malaya, dan pengaruh veganang Tionghoa, yang saat itu sudah dipentaskan di Surabaya. Betawi dan pantai timur Sumatera. Pertunjukan Wayang Abdul Muluk baru ditemukan di Jakarta pada tahun 1914. Kata Lenong baru muncul pada tahun 1926 dengan iringan musik gambang kromong. Sejak tahun 1930, cerita-cerita Lenong memperkenalkan lakon-lakon yang menjadi master cerita rakyat daerah Jakarta yang dipelopori oleh kelompok Lenong “Si Ronda” dan “Kurug”. (Bandem dan Sal Murgiyanto, 1996) Pemeran lenong dalam setiap pementasan disesuaikan dengan cerita yang disajikan. Pemain lenong dapat dibagi menjadi dua kategori, pemain laki-laki disebut banjak dan ronggeng, yang perempuan.

Kesenian Teater Lenong Berasal Dari Daerah

Teater lenong diiringi musik gambang chromo yang terdiri dari berbagai jenis alat musik seperti gambang, krumong, gong, gendang, kempor, seruling dan kekrek, serta alat musik dari Tiongkok seperti tehian, kongahyang dan sukong. Teater Lenong juga memiliki unsur tarian, nyanyian, komedi dan pancake. Tema yang dipamerkan banyak diambil dari cerita rakyat dan legenda daerah Jakarta. Seperti Si Pitung, Si Jampang, Ayub Jago Betawi dan Marunda. Dalam perkembangannya, cerita Lenong tidak hanya terbatas pada cerita silat, tetapi juga lebih mengutamakan kehidupan sehari-hari. Berdasarkan ceritanya, ada dua jenis Lenong yaitu Lenong Dines dan Lenong Preman. Lenong Dines menggunakan dialog dalam bahasa Melayu tinggi dan menyajikan kisah-kisah saga kuno berlatar istana dengan figur raja, puteri, dan jin. Pembunuh Lenong menggunakan bahasa Betawi sehari-hari, Melayu Betawi dan cerita-cerita keseharian masyarakat Betawi. (Jēkabs Sumardjo, 1992)

Inilah Ragam Adat Budaya Betawi Yang Menarik Untuk Diketahui!

Pertunjukan lenong Betawi merupakan pertunjukan yang terdiri dari beberapa jenis kegiatan. Sebelum pementasan dimulai, dilakukan upacara khusus yang disebut ungkup, yang meliputi doa dan pengorbanan. Kemudian upacara penyambutan yang disebut Sepika, yaitu penjelasan lakon yang akan dibawakan. Upacara penyambutan dimulai dengan menyanyikan lagu tradisional Persia untuk memperkenalkan Perkumpulan Lenong dan staf yang akan tampil serta berterima kasih kepada tuan rumah yang telah mengundang mereka. Program selanjutnya adalah inti dari drama tersebut, di mana iringan musik dan humor diselingi. Lelucon dan musik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pertunjukan lenang, dan keistimewaan pertunjukan lenang juga menggunakan panggung, kemudian pemain masuk arena dari kiri dan keluar dari kanan, namun penonton hanya bisa melihat dari depan. . .

Ciri khas Lennon adalah leluconnya. Humor adalah sifat Lenong. Humor dalam budaya Betawi, khususnya Lenong, merupakan bentuk penyangkalan terhadap stres yang berkepanjangan. Humor merupakan ekspresi masyarakat Betawi yang merasa bahwa realita kehidupannya penuh tekanan.

Tekanan terhadap masyarakat Betawi saat itu adalah penerapan sistem tanah terpisah yang berlaku pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Keberadaan tanah khusus ini sudah ada sejak tahun 1620 ketika VOC memberikan tanah di Jakarta kepada para pelayan, teman, dan peran pendukung mereka. (Probonegoro, 1997) Namun pada tahun 1942 ketika Jepang datang, negeri ini masih dikuasai atau dimiliki oleh para pedagang Eropa dan Cina. Tekanan tersebut menyebabkan orang Betawi memberontak.

Pemberontakan yang terjadi pada waktu itu adalah peristiwa Tsikandili tahun 1836, peristiwa Tsikandi-Odik tahun 1836, peristiwa Patuna dan peristiwa Tambu (Kortadirja, 1973). UU Pemberontakan tetap tidak mengubah keadaan menjadi lebih baik. Sehingga masyarakat Betawi saat itu mengalami tekanan. Jalan keluar dari keterikatan ini datang dalam bentuk humor atau sindiran terhadap tekanan yang mendominasinya. Konten humor Lenong Betawi, yaitu berupa sindiran pada barang cetakan, dapat dianggap sebagai kritik sosial.

Mengintip Lenong Hingga Silat Di Sanggar Sekojor Lima Kurung

Humor Lenong bisa dilihat dari dialog dan adegannya, bukan dari plotnya. Dialog yang muncul dalam pertunjukan tidak sepenuhnya berdasarkan naskah yang dibuat, melainkan lebih merupakan improvisasi para pemainnya. Improvisasi yang terlihat dalam dialog-dialog tersebut merupakan humor segar yang berisi kritik sosial terhadap kondisi sosial ekonomi dan sosial politik yang dikenang. Maka keberadaan Lenong Betawi sebagai media yang melancarkan kritik sosial melalui konten humor. Lenong adalah seni teater tradisional atau lakon rakyat Betawi yang dipentaskan dalam dialek Betawi yang berasal dari Jakarta, Indonesia.

Kesenian tradisional ini diiringi oleh musik gambang kromong dengan alat musik seperti gambang, krumong, gong, gendang, kempor, seruling dan kekrek, serta alat musik Tionghoa seperti tehian, kongahian dan sukong. Lakon atau skenario Lennon biasanya mengandung pesan moral seperti membantu yang lemah, keserakahan yang penuh kebencian, dan tindakan tercela. Bahasa yang digunakan dalam Lenong adalah dialek Melayu (atau sekarang bahasa Indonesia), Betawi.

Lenong berkembang sejak akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20. Seni teater bisa saja merupakan adaptasi masyarakat Betawi dari kesenian serupa seperti “Komedi Mulia” dan “Teater Stambul” yang sudah ada pada masa itu. Lebih lanjut, seniman Betawi Firman Muntako mengatakan Lenong berkembang dari proses teater musikal Gambang Kramong dan dikenal sebagai pertunjukan sejak tahun 1920-an.

Drama Lenong berevolusi dari lelucon tanpa plot menjadi all-nighters dengan drama yang panjang dan lengkap.

Teater Tradisional Dan Apa Saja Yang Termasuk Di Dalamnya?

Pada awalnya kesenian ini dilakukan dengan cara pemesanan dari desa ke desa. Pertunjukan berlangsung di luar ruangan tanpa panggung. Saat pertunjukan berlangsung, salah satu aktor atau aktris di sekitar penonton meminta sumbangan sukarela. Setelah itu, Lenong mulai tampil atas permintaan pelanggan dalam perayaan seperti resepsi pernikahan di atas panggung. Baru pada awal kemerdekaan teater rakyat ini menjadi pertunjukan panggung murni.

Setelah masa-masa sulit pada tahun 1970-an, seni lenong yang dimodifikasi mulai dipentaskan secara rutin di panggung Taman Ismail Marzuki di Jakarta. Selain menggunakan unsur teater modern dalam plot dan setting panggung, Lenong yang dihidupkan kembali berdurasi dua atau tiga jam dan tidak lagi berlangsung sepanjang malam.

Selain itu, Lenong juga menjadi populer melalui siaran televisi yaitu siaran TVRI sejak tahun 1970-an dan seterusnya. Beberapa seniman Lenong yang mulai terkenal adalah Bokir, Nasir, Siti dan Annen.

Ada dua jenis Lenong yaitu Lenong Denes dan Lenong Preman. Dalam Lenong Denes (dari kata Denes dalam bahasa Betawi yang berarti “pelayan” atau “pejabat”), para aktor dan aktris biasanya mengenakan pakaian formal dan cerita berlangsung dalam suasana kerajaan atau bangsawan, sedangkan dalam Preman Lenong, pakaian adalah dipakai. Tidak ada sutradara dan umumnya bercerita tentang kehidupan sehari-hari. Selain itu, kedua jenis lenong tersebut juga dibedakan berdasarkan bahasa yang digunakan; Lenong Danes cenderung menggunakan bahasa yang canggih (Melayu tinggi), sedangkan pembantai Lenong menggunakan bahasa sehari-hari.

Mengenal Lenong, Seni Teater Betawi

Kisah yang diceritakan dalam Lenang Schlager, misalnya, adalah tentang rakyat yang ditindas oleh tuannya dengan memungut pajak, dan munculnya tokoh-tokoh pejuang saleh yang membela rakyat dan melawan tuan-tuan yang jahat. Saat ini cerita lenong denes menjadi contoh cerita 1001 malam.. Salah satu kesenian yang biasa kita lihat di daerah indonesia memiliki moral budaya yang sangat kental, banyak kesenian daerah yang cocok dan cocok untuk mengadakan acara besar .

Di Jakarta, seni memang memiliki moral dan pesan bagi penikmatnya. Pada umumnya teater biasanya berbahasa Indonesia, namun teater ini menggunakan bahasa daerah, nama keseniannya Lenong.

Lenong adalah seni teater tradisional atau lakon rakyat Betawi yang dipentaskan dalam dialek Betawi yang berasal dari Jakarta, Indonesia.

Kesenian tradisional ini diiringi oleh musik gambang kromong dengan alat musik seperti gambang, krumong, gong, gendang, kempor, seruling dan kekrek, serta alat musik Tionghoa seperti tehian, kongahyang dan sukong.

Modul Iv Seni Budaya Kb 2: Teater Tradisional, Modern, Dan Kontemporer

Lakon atau skenario Lennon biasanya mengandung pesan moral seperti membantu yang lemah, keserakahan yang penuh kebencian, dan tindakan tercela. Bahasa yang digunakan dalam Lenong adalah dialek Melayu (atau sekarang bahasa Indonesia), Betawi.

Lenong berkembang sejak akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20. Kesenian teater mungkin merupakan adaptasi masyarakat Betawi terhadap kesenian serupa, seperti komedi bangsawan dan teater Istanbul, yang ada saat itu.

Lebih lanjut, seniman Betawi Firman Muntako mengatakan Lenong berkembang dari proses teater musikal Gambang Kramong dan dikenal sebagai pertunjukan sejak tahun 1920-an.

Pada awalnya kesenian ini dilakukan dengan cara pemesanan dari desa ke desa. Pertunjukan berlangsung di luar ruangan tanpa panggung. Saat pertunjukan berlangsung, salah satu aktor atau aktris di sekitar penonton meminta sumbangan sukarela.

Seni Budaya Adalah

Setelah itu, Lenong mulai tampil atas permintaan pelanggan dalam perayaan seperti resepsi pernikahan di atas panggung. Baru pada awal kemerdekaan teater rakyat ini hanya menjadi pertunjukan panggung.

Lenong Betawi berbeda dengan teater lain, tidak seperti teater lain yang memiliki naskah, sebenarnya aktor di Lenong Betawi tidak memiliki naskah atau plot, sehingga sering bermain sepanjang malam.

Jumlah pemain dalam pementasan Lenong Betawi tidak dibatasi tergantung kebutuhan cerita. Setiap pertunjukan Lenong biasanya memiliki hingga 10 pemain.

Dalam pertunjukannya, Lennon menggunakan panggung berbentuk tapal kuda. Panggung ditata dengan baik dan menggunakan hiasan yang disebut seben. Seben terdiri dari beberapa lapis yang lebarnya mencapai 3×5 meter, dengan corak yang berbeda-beda. Pemain lenong disebut panjak dan rongeng. Pemain tengah Panjak

Tulisan Yang Merangkum, Tanya Jawab Seputar Drama Teater, Pementasan Beritaku

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like