
Kasus Kasus Pelanggaran Ham Di Indonesia Beserta Gambarnya – , Jakarta – HAM (Hak Asasi Manusia) adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak lahir, berlaku kapan saja, di mana saja dan kepada siapa saja. Segala sesuatu yang berkaitan dengan hak asasi manusia harus bersifat universal dan setiap orang harus memilikinya tanpa mengenal perbedaan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, hak asasi manusia adalah hak atau hak asasi manusia yang dilindungi secara internasional (yaitu Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB), seperti hak untuk hidup, hak kemerdekaan, hak kepemilikan, hak untuk menyatakan pendapat
Hak asasi manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia karena bersifat bawaan, yang bersifat universal. Oleh karena itu, dalam Hak Asasi Manusia tidak ada batasan usia, jenis kelamin, negara, ras, agama atau budaya.
Perhatikan bahwa setiap orang memiliki dua keinginan, seperti keinginan untuk berbuat baik dan jahat. Justru keinginan berbuat jahat inilah yang berujung pada pelanggaran hak asasi manusia, seperti pembunuhan, perampasan harta orang lain, perampokan, dan lain-lain.
Dilihat dari sejarah perkembangan bangsa Indonesia, terdapat beberapa peristiwa besar pelanggaran HAM yang mendapat perhatian besar dari pemerintah dan masyarakat Indonesia.
Video berita pertandingan minor Grup A babak ketiga Kualifikasi Piala Asia 2023 antara Timnas Indonesia melawan Nepal, Rabu pagi (15/6/2022) WIB.
Kasus Tanjung Priok terjadi pada tahun 1984 antara aparat keamanan dengan warga setempat, yang diawali dengan isu SARA dan unsur politik. Dalam peristiwa ini diduga terjadi pelanggaran HAM ketika ratusan korban tewas akibat kekerasan dan penembakan.
Marsinah adalah pekerja di PT Catur Putera Surya Porong, Jawa Timur (1994). Ia meninggal secara tragis dan diduga sebagai korban pelanggaran HAM berupa penculikan, penyiksaan dan pembunuhan.
Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah wartawan Harian Bernas yang diduga diculik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya ditemukan tewas.
Peristiwa yang terjadi di Aceh sejak tahun 1990 telah memakan banyak korban, baik dari aparat keamanan maupun dari warga sipil yang tidak bersalah.
Ada peristiwa penghilangan paksa (penculikan) aktivis, dan menurut program Kontras, ada 23 orang (satu meninggal, sembilan dibebaskan, dan 13 lainnya masih hilang).
Tragedi Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998 (4 mahasiswa tewas dan puluhan luka-luka). Tragedi Semanggi I terjadi pada tanggal 11-13 November 1998 (17 warga sipil meninggal dunia)
Kasus pelanggaran HAM sebelum dan sesudah jajak pendapat di Timor-Leste tahun 1999 resmi ditutup setelah laporan Komisi Kebenaran dan Persahabatan Indonesia – Timor Leste (KKP) disampaikan kepada dua kepala negara terkait.
Peristiwa yang terjadi di Ambon berawal dari masalah sepele yang merembet ke masalah SARA sehingga dikenal sebagai perang saudara, dimana terjadi penganiayaan dan pembunuhan.
Terjadi konflik di Poso yang memakan korban jiwa, yang diakhiri dengan berdirinya Forum Komunikasi Umat Beragama (FKAUB) di wilayah Dati II Poso.
Ada beberapa insiden penganiayaan terhadap pekerja Indonesia, mulai dari penganiayaan oleh majikan hingga upah yang tidak dibayar.
Telah terjadi aksi bom di Bali yaitu pada tahun 2002 dan 2005 yang dilakukan oleh teroris dan merenggut nyawa warga sipil baik warga negara asing maupun warga negara Indonesia.
Selain kasus-kasus utama di atas, terjadi pelanggaran HAM di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Hasil & Klasemen Liga 1 BRI 1 2022/2023 Hari Ini: Imbang, Persija Gagal Kudeta Persib! Pohon Persik Menang besar
Man of the match BRI Liga 1, Persija Jakarta vs Madura United: Syahrian Abimanyu Rules Midfield
2 Perubahan Sepak Bola SEA Games 2023: Timnas Indonesia U-22 Kembali, Jumlah Pemain Senior Dikurangi
Witan Sulaeman dan Calon Bintang 3 Timnas U-23 Indonesia di SEA Games 2023: Ayo Bawa Pulang Medali Emas
Foto: Lagi! Cristiano Ronaldo Mencetak Hat-Trick Saat Al Nassr Menang, Masuk Ke Empat Pencetak Gol Sementara Arab Saudi
Foto: Ditampilkan di Jos saat Turnamen Minor, Pemain Timnas U-20 Liga Indonesia U-20 ini akan menjadi Senjata Utama Shin Tae-yong di Piala Asia U-20. Namun, masih banyak pelanggaran HAM yang belum terselesaikan di Indonesia.
Kasus HAM yang terjadi di Indonesia memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Bahkan jika Hari Hak Asasi Manusia diperingati setiap tahun sebagai pengingat untuk mendukung semua pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dalam kasus-kasus tersebut, terutama dalam kasus-kasus yang tidak segera diselesaikan.
Di Indonesia sendiri, Ketua Komnas HAM mengatakan memang ada beberapa berkas yang masih ditahan terkait kasus pelanggaran HAM. Kasus-kasus ini juga sedikit berbeda dari tahun ke tahun, terutama kasus lama yang terus menumpuk setiap periodenya.
Berikut beberapa kasus HAM yang belum terselesaikan di Indonesia, bahkan sampai sekarang. Karena Komnas HAM hanya bisa menunaikan tugasnya pada tahap penyidikan, dan tahap lanjutannya adalah hak Kejaksaan Agung.
Munir Said Thalib adalah seorang aktivis HAM yang berbicara luas pada masa Orde Baru. Dia melakukan banyak perlindungan hukum bagi orang-orang yang tertindas.
Salah satunya adalah pembela keluarga korban penculikan paksa yang terjadi pada 1997 dan 1998. Padahal, Munir saat itu adalah anggota KONTRAS, sebuah komisi yang mengadvokasi orang hilang, diculik atau dihilangkan.
Selain menjadi aktivis korban penculikan dan penghilangan, Munir juga pengkritik pemerintahan Orde Baru yang dinilai banyak melakukan kesewenang-wenangan.
Saat itu, mengkritik pemerintah merupakan tindakan yang sangat berbahaya. Kebebasan berbicara tidak sebaik sekarang, seiring dengan kecenderungan negara untuk menentang kritiknya.
Otopsi yang dilakukan tim forensik Belanda menemukan senyawa arsenik di tubuh Munir. Ada dugaan kuat para pegiat HAM ini sengaja diracuni oleh pihak-pihak tertentu karena tidak henti-hentinya mengkritik mereka.
Selain dibungkam dan dicabut hak suaranya, kasus Munir juga hilang sehingga bisa digolongkan sebagai salah satu pelanggaran HAM yang paling mengerikan.
Karena kasus Munir, banyak aktivis yang merasa tertekan dan lebih mengkhawatirkan keselamatan mereka ketika mengkritik pemerintah atau orang-orang di posisi kekuasaan lainnya.
Episode berdarah G30SPKI itu diakhiri dengan beberapa tanda tanya dan dicermati berbagai pihak. Pada tahun 2012, investigasi oleh Komnas HAM menemukan pelanggaran hak asasi manusia yang sangat serius setelah insiden tersebut.
Korban peristiwa itu adalah anggota PKI, serta beberapa ormas lain yang berada di jalan yang sama dengan mereka. Bahkan, banyak pula warga sipil yang tewas secara tidak sengaja karena dikira anggota BEP padahal bukan.
Setelah ditemukan oleh Komnas HAM dan dibawa ke Kejaksaan Agung, kasus ini saat ini sedang dalam proses. Terakhir, perkiraan jumlah korban yang tewas dan mati dalam pembantaian tahun 1965 mencapai hampir 1,5 juta orang, dan kemungkinan bisa lebih.
Namun situasi ini mempolarisasi masyarakat Indonesia, di satu sisi banyak masyarakat Indonesia yang membenci PKI. Namun di sisi lain, ada juga keraguan tentang kekejaman TNI dan elemen lainnya dalam melawan BEP. Terlebih lagi ketika banyak warga sipil menderita serangan balik ini.
Peristiwa Tanjung Priok merupakan salah satu kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada 12 September 1984. Peristiwa ini bermula saat para perwira yunior datang ke Masjid As Saadah yang terletak di Tanjung Priok.
Perwira yunior itu memerintahkan pengurus masjid untuk menurunkan bendera-bendera yang mengkritik pemerintah saat itu, Orde Baru. Setelah mendengarkan permintaan ini, masjid menolak untuk membebaskannya karena itu adalah prinsip dan kebebasan berbicara mereka.
Tak terima, para bintara di sana mencopot paksa spanduk yang ada di masjid. Sayangnya, mereka lengah dan tidak melepas sepatunya terlebih dahulu, padahal ada batasan sakral dimana mereka harus melepas sepatunya.
Hal ini membuat marah pengurus masjid dan warga sekitar karena sangat tidak sopan. Akhirnya mereka membakar sepeda motor dan menghajar para bintara yang masuk tanpa izin dan tanpa melepas sepatu.
Sebagai tanggapan, pengurus masjid dan warga sekitar yang ikut penyerangan ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Dua hari kemudian, warga Muslim Tanjung Priok melakukan demonstrasi untuk mendukung dan meminta kebebasan teman-temannya.
Situasi memanas karena tentara tidak memperhatikan tuntutan mereka. Akhirnya terjadi kerusuhan ketika militer melepaskan tembakan ke arah pengunjuk rasa untuk membubarkan mereka.
Berdasarkan data resmi, peristiwa itu menyebabkan 24 orang tewas dan 54 orang luka-luka. Namun menurut perkiraan, lebih dari 100 warga Tanjung Priok tewas, hilang atau luka-luka selama demonstrasi.
Pada masa Orde Baru, dari tanggal 13 hingga 15 Mei terjadi kerusuhan yang cukup besar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Ketidakpuasan masyarakat terhadap krisis keuangan dan ekonomi yang melanda Asia saat ini kemungkinan besar menjadi pemicu terjadinya kerusuhan atau dikenal dengan krisis moneter (crismon).
Ketegangan di masyarakat meningkat dan kondisi semakin parah ketika empat mahasiswa Trisaskti tewas dalam demonstrasi 12 Mei.
Terlepas dari semua fakta tersebut, hingga saat ini baik kasus Trisakti maupun Peristiwa Semanggi belum menemui titik temu dan penyelesaian yang jelas. Institusi negara juga terlihat lamban dalam tindakan perbaikan.
Marsinah adalah seorang buruh pabrik yang tinggal di Jawa Timur. Ia juga seorang aktivis yang terkenal pada masa Orde Baru.
Pada tahun 1993, Gubernur Jawa Timur mengeluarkan surat edaran yang memerintahkan perusahaan-perusahaan di Jawa Timur untuk menaikkan upah buruh sebesar 20% dari gaji pokok. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup para pekerja dan mengurangi kemiskinan.
Namun, PT tempat Marsinah bekerja, PT Catur Putra Surya, tidak setuju dengan usulan itu. Mereka menolak imbauan itu karena akan menambah biaya operasional pabrik dan mengurangi margin keuntungan.
Akibatnya, Marsinah dan kawan-kawan melakukan aksi mogok dan menggelar demonstrasi pada 3 dan 4 Mei 1993. Selain demonstrasi, Marsinah dan 13 perwakilan buruh mengadakan pembicaraan diplomatik dengan pabrik-pabrik.
Mereka berharap pengusaha bisa melihat keuntungan dari kenaikan upah